Sabtu, 25 Mei 2013

Serunya Bikin Partai

Saya bersama peserta workshop, antri ya...
Karena sesinya pengenalan partai politik, saya menyempatkan diri berphoto bersama pengurus partai. Hehehe, bukan mereka bukan pengurus partai. Becanda, becanda, becanda! Mereka adalah mahasiswa peserta Workshop Pengenalan Parlemen Untuk Pemula. Ya, almamaternya sih mirip warna PPP atau PKB. Tapi serius ini adalah peserta workshop. Kalau soal gaya, hmm bolehlah, sudah mantap untuk jadi caleg :)

Ada tiga tahap proses pengenalan partai politik dalam workshop ini.

Pertama: Pemetaan persepsi terhadap partai politik
Kedua: Penjelasan dan diskusi tentang partai politik
Ketiga: Simulasi

Yuk, kita bahas satu per satu

Pertama: Pemetaan persepsi terhadap partai politik

Seperti biasa, negatif selalu mendominasi persepsi peserta. Nah, ada satu kata yang cukup menarik perhatian. Coba cari, tulisannya yang paling kecil. Ketemu? Aha! Ya, kekuasaan. "Kekuasaan", kata itu tertulis di kertas metaplan. Terselip di antara sejumlah persepsi negatif tentang partai politik. Yup, peserta workshop menempatkannya dalam kategori negatif.

Persepsi peserta tehadap partai politik

Kata kekuasaan sejatinya netral. Tetapi pengalamanlah yang menyemayamkan rasa negatif itu di alam bawah sadar kita. Dalam bahasa Indonesia, kata yang mengalami degradasi nilai ini disebut kata bermakna peyoratif. Masih ingatkan, pelajaran kelas IV SD? Lupa. Serius? Cara pengajarannya mungkin gak attraktif. Beda donk dengan workshop pengenalan parlemen untuk pemula, 100 % full fun!

Namanya persepsi, itu adalah hak peserta. Jadi, jangan takut untuk menuliskan apa saja. Ayo, ayo, ayo!

Peserta membacakan persepsi mereka

Kedua, ceramah dan diskusi tentang partai politik

Apa saja dibahas terkait partai politik dalam workshop ini?

Saya menjelaskan tentang fungsi partai politik

Pilihlah partai saya? Oh, sama sekali tidak. Ini bukan ajang kampanye, tapi wadah pendidikan politik. Kalau mau memilih, ya itu hak Anda. Masa' saya larang-larang, hehe.

Ok, kembali ke jalan yang benar. Apa yang dipelajari? Pertama, definisi. Ada berbagai definisi dari para pakar maupun menurut undang-undang. Dari semua itu, unsur utama dari partai politik adalah kekuasaan. Jadi, partai politik memang diciptakan untuk meraih kekuasaan (secara konstitusional). Kalau sekadar cari teman banyak, gabung aja ke komunitas jantung sehat atau komunitas supporter PS Bengkulu. :) Apa kabar tim kesayangan kita itu?

Kedua, fungsi. Secara teori, minimal ada 4 fungsi partai politik. Googling aja ya. Nah, daripada berteori, coba teman-teman sebutkan apa saja manfaat keberadaan partai politik, yang kalian rasakan atau lihat sendiri.

Mungkin di bawah ini salah satunya.

1. Bagi-bagi sembako
2. Pengobatan gratis
3. Penyedia jasa ambulans
4. Bagi-bagi duit
5. Menyampaikan informasi melalui spanduk-spanduk
6. Menyediakan kandidat calon presiden, gubernur, walikota, bupati, dan caleg
7. Ngajak gabung dalam kegiatan partai dan jadi anggota

Jenis kegiatan seperti pada nomor 1 sd 3 (Bagi-bagi sembako, pengobatan gratis, penyedia jasa ambulans) atau sejenisnya, bukanlah fungsi partai politik. Itu merupakan nilai tambah, jika landasannya adalah ketulusan & keinginan berbagi dengan sesama. Sementara dalam ilmu branding, ia biasa disebut sebagai kegiatan pencitraan berbasis public relation. 

Bagaimana dengan kegiatan nomor 4 (bagi-bagi duit)? Lagi-lagi bukan fungsi partai politik. "Kalau pimpinannya bagi-bagi zakat?" Ok-lah, tapi yang ikhlas donk, gak  pake "udang" di balik uang. Nah, yang gak pas, tapi justru kadang dinikmati sebagian masyarakat adalah bagi duit menjelang pilkada. Jelas, itu money politics. Ingat, tidak ada partai yang merestui perilaku kandidatnya yang seperti ini, itu oknum.

Workshop, bagian dari pendidikan politik
Kegiatan nomor 5 (Menyampaikan informasi melalui spanduk-spanduk), salah satu jenis komunikasi politik. Ini fungsi partai politik. Partai menjadi perantara yang menyampaikan program partai itu sendiri, program parlemen, atau pemerintah kepada konstituen, dan sebaliknya. Misalnya, bunyi spanduknya begini: "Segera Dapatkan Kartu Bengkulu Sehat Tanpa Syarat. Manfaatkan Untuk Berobat Gratis di Seluruh Puskesmas". Ini program pemerintah. Partai politik dapat membantu mensosialisasikannya ke konstituen mereka. Ok? Bagaimana kalau spanduknya buuesar sekali, terus kalimatnya: Selamat Idul Fitri 1434 H. Mohon Maaf Lahir & Bathin. Hehe, yang kayak gini yang jawab aja dalam hati, "Saya maafkan," :)

Kegiatan nomor 6 (Menyediakan kandidat calon presiden, gubernur, walikota, bupati, dan caleg), itu merupakan salah satu fungsi partai politik. Tugas kita adalah memastikan bahwa kandidat yang diusung oleh partai tersebut benar-benar berintegritas, komitmen pada warga di daerah kita, dan memiliki kapasitas. Caranya? Gampang! Lihat track recordnya.

Kegiatan nomor 7 (Ngajak gabung dalam kegiatan partai dan jadi anggota), juga merupakan fungsi partai politik. Biasanya disebut fungsi rekutmen dan kaderisasi. Ada satu hal yang kerap merusak fungsi ini di partai, yaitu contoh perilaku orang-orang di atasnya atau para seniornya. Ini serius, kader yang militan itu bergerak atas dasar ideologi partai, tak terpengaruh pada perilaku orang lain, juga tidak menjadi loyalist atau evangelist pada satu individu tertentu. Dan masih ada fungsi-fungsi partai lainnya, seperti manajemen konflik.

Hal lain yang juga penting adalah bagaimana berpartisipasi dalam kegiatan partai politik.

Bentuk-bentuk partisipasi politik

Tapi kita akan bahas ini lebih mendalam, di waktu yang akan datang ya. Ada yang penasaran, bagaimana kalau partai hanya fokus pada kekuasaan, tetapi fungsi-fungsi tadi tidak dilakukan?

Ya, karena itulah kita harus menjadi warga yang cerdas untuk memilih dan memilah. Jika partai abai pada fungsi itu, lihatlah pada individu anggotanya. Jika anggotanya juga abai, mungkin itu cuma oknum. Tapi jika semua anggotanya juga abai? Apa yang bisa diharapkan? Saatnya anda menentukan pilihan yang bertanggungjawab atau mengapa tidak teman-teman menjadi bagian dari partai politik itu sendiri. Tentu bukan untuk menambah masalah, namun menjadi solusi atas masalah yang ada.

Pertanyaan lain, sampaikan aja pada kolom komentar di bawah ini. "Dijawab ya Bu?" Iya, iya, insya Allah saya jawab. Ini kan juga bagian dari fungsi partai. Ayo fungsi apa? Fungsi pendidikan politik :)

Ketiga, simulasi pembentukan partai politik, kampanye, pemilu, dan penetapan hasil

Nah, ini yang paling seru. Peserta yang telah dibagi dalam enam kelompok tadi, diminta untuk membentuk partai politik (lengkap dengan visi-misi, logo, tagline, yel-yel). Lalu apa tugas mereka, selanjutnya?


Tujuan dari simulasi ini adalah:

1. Peserta dapat merasakan bagaimana proses pembentukan partai politik
2. Peserta memahami proses dalam tahapan-tahapan pemilu
3. Peserta dapat merasakan bagaimana suasana kompetisi partai dalam proses pemilu
4. Peserta dapat mereflesikan/mengambil pembelajaran terhadap realitas partai politik yang tergambar selama simulasi.

Yuk, kita lihat dulu, serunya simulasi peserta...

 
  

"Apa nih, visi-misi partai kita?" Sesuaikan dengan ideologi ya....
Setelah membentuk partai politik, peserta kemudian memulai kampanye menyampaikan visi-misi, dan program. Yang gak kalah seru, yel-yelnya itu lho... Hehe, ada yang narsis abis, terus sampai merendahkan partai lain segala. Tapi, sesuai gak ya, semua itu dengan ideologi partai mereka?

Ideologi itu secara sederhana menggambarkan kondisi apa yang diinginkan partai pada suatu saat nanti, baik terhadap kondisi partai (biasa disebut visi internal), maupun terhadap daerah yang diperjuangkannya. Misalnya, pada tahun kelima, kami menginginkan Bengkulu menjadi provinsi yang .... Ini biasa disebut visi eksternal. Selain itu, ideologi juga menggambarkan misi partai, program dan pilihan konstituen, yang menjadi prioritas mereka.

Sekarang, kita lihat aksi mereka saat kampanye.


Ssstt, tau gak siapa MC-nya saat kampaye? Itu saya :)

Wah, meriahnya gak kalah dengan partai-partai beneran. Programnya? Ya, mirip juga. Lalu apa bedanya? Hmm, nanti dulu ya jawabannya. Kan belum masuk sesi refleksi? Hehe..

Setelah 6 partai berkampanye, selanjutnya, pengajuan calon walikota-wakil walikota. Mereka boleh diajukan oleh satu partai atau gabungan partai.

Dan akhirnya, dari 6 partai yang ada, terpilihlah dua pasang calon.

Pasangan Calon Walikota-Wakil Walikota I (Disusung 4 partai)

Pasangan Calon Walikota-Calon Walikota II (Diusung 4 partai)
Pengambilan Nomor Urut Pasangan

Ok, yang mau komentar silakan aja. Bagaimana, sudah pas gak, jadi walikota Bengkulu? Hehe.

Ok. next event is debat kandidat. Setiap pasangan disodori satu pertanyaan yang sama:

"Apa yang akan Saudara lakukan terhadap objek wisata pantai panjang Bengkulu yang saat ini mulai berubah fungsi menjadi tempat xxx ?
Aksi Satpol PP menertibkan warung remang-remang di Pantai Panjang Bengkulu

Apa jawab mereka?

Penasaran ya. Tunggu dulu. Sebelumnya saya perlu jelasin, kalau gambar Satpol menertibkan warung remang-remang di atas itu, bukan simulasi, itu beneran. Ada komentar? Ya, silakan.

Saya lanjutkan lagi, soal jawaban calon walikota. Pasangan nomor urut I, diusung oleh partai-partai nasional religius ngasih jawaban gini: "Kami akan berantas kemaksiatan. Pantai panjang harus kembali pada fungsinya sebagai objek wisata,"

Sementara pasangan nomor urut II, mengatakan, "Pantai panjang harus tetap dipertahankan, karena menjadi sumber penghidupan banyak warga,"

Setelah masuk sesi tanya jawab antar kandidat, ternyata nyambung tuh dua pasangan. Mereka sama-sama ingin mempertahankan Pantai Panjang sebagai objek wisata. Sedangkan perilaku negatif yang terjadi di sana, harus dihentikan. Jadi, apa bedanya? Simple saja, pilihan penekanan issu dan bahasa.

Pasangan I, karena diusung partai-partai religius, maka titik tekan dan pilihan bahasanya adalah menghapus kemaksiatan. Sebuah istilah yang mencerminkan visi partai.  Sementara pasangan II, yang diusung partai-partai sekuler, memilih "Mempertahankan pantai panjang, karena menjadi sumber penghasilan warga," Sebenarnya maksudnya sama, tetapi untuk menciptakan differensiasi, pilihan kalimat itu sangat tepat. 

Jadi? Cukup bagus.

Pemilihan

Tiba saatnya pemilihan....

Karena waktu yang terbatas, saya meminta peserta untuk melakukan pemilihan secara terbuka. "Semua peserta bebas memilih. Pilihanmu boleh berbeda dengan keputusan partai," begitu instruksi saya berkali-kali lho.

Hasilnya?

Tak disangka. Mereka solid. Kok bisa? Entah! Akhirnya yang menang calon yang diusung 4 partai. Selamat ya :). Eh, maaf, Bapak Walikota yang memberikan pidato kemenangan lupa difoto! Hehe.

Refleksi

Di balik serunya simulasi ini, ada beberapa hal yang patut direfleksikan:

1. Pembentukan partai politik

Partai politik perlu memiliki kejelasan ideologi. Inilah yang menjadi landasan geraknya. Fasilitator memberikan ideologi yang berbeda-beda pada keenam partai, untuk menghidupkan suasana dan menarik lebih banyak pembelajaran. Seandainya sama, bisa kurang seru karena perbedaan satu sama lain potensial tidak terjadi. Jika pun semua ideologi sama, partai perlu membedakan diri dengan partai lainnya dalam hal program. Kalau program ternyata sama, partai harus membedakan dengan "menjual" integritas, komitmen, dan kapasitas calon-calon yang mereka usung. Eh, ingat gak, yang terakhir ini dilakukan oleh beberapa partai saat kampanye. Mereka memperkenalkan siapa ketua dan biodata singkatnya.


2. Proses dalam tahapan-tahapan pemilu

Dengan simulasi ini, peserta memahami tahapan-tahapan pemilukada secara umum. Pelajaran apa yang dapat dipetik? Partai berpotensi terjebak dalam lingkaran demokrasi prosedural. Yang namanya lingkaran, ya berputar di situ-situ aja. Dari pemilu ke pemilu berikutnya, sibuk menentukan caleg, calwakot, cagub, dst. Dalam lingkaran kesibukan ini, ada hal penting yang potensial terabaikan oleh partai, yaitu kaderisasi internal dan pendidikan politik bagi warga. Pendidikan politik, kegiatannya antara lain seperti yang kita lakukan dalam workshop ini, memahamkan apa itu partai politik, pemilu, parlemen, fungsinya, serta bagaimana berpartisipasi.  

3. Suasana kompetisi partai

Sadar atau tidak, suana kompetisi antar kelompok yang teman-teman praktikkan itu, hampir sama dengan apa yang terjadi di dunia politik sesungguhnya. Ketika suara menjadi faktor penentu utama, kadangkala terjadi kompetisi tidak sehat bagi partai dan warga namun dimaklumi bersama. Misalnya politik uang, koalisi tanpa memperhatikan ideologi atau visi, lebih suka menjelek-jelekkan partai lain ketimbang menonjolkan kelebihan partainya, berupaya mempengaruhi pemilih dengan cara-cara yang tidak tepat. Kalau disimulasi ini, misalnya dengan kenceng-kencengan suara saat yel-yel, pada praktik sungguhan, misalnya dengan survey pesanan, supaya calonnya terlihat dapat dukungan luas, dll.


4. Kontribusi kita?

Nah, dari berbagai refleksi yang masih bisa ditambah itu, apa yang bisa kita lakukan?

Pertama, ikut memberikan saran dalam perbaikan sistem dan regulasi di partai politik, pemilu, dan parlemen.

Kedua, ikut berpartisipasi dalam partai politik untuk tujuan yang benar.

Ketiga, menjauhi praktik politik yang tak sehat selama ini, misalnya memilih karena uang atau ikut-ikutan semata.

Keempat, mempersiapkan diri dengan menjaga integritas sejak dini dan belajar yang serius untuk membangun profesionalitas dalam satu bidang tertentu. Misalnya, saya sebagai politisi dan juga profesional di bidang dokter hewan. Seorang anggota parlemen, perlu memiliki keahlian dalam issu tertentu untuk mendukung tugas-tugasnya dan memudahkan fraksi menempatkannya di Komisi yang sesuai. Jadi, kalau dokter hewan, memang pas di Komisi IV. Betul tidak? ;)

Kelima, ikut menjadi bagian komunitas yang membangun perspektif baru tentang politik yang benar. Komunitas itu bisa berupa BEM kampus, organisasi ekstra, atau di Dewi Coryati Center :)

Last but not least, DCC sendiri saya dirikan sebagai bagian dari upaya memassifkan pendidikan politik. Menurut saya, ini kewajiban anggota partai dan anggota parlemen. That's the point!


Semoga bermanfaat.

Tetap semangat teman-teman


0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hostgator Discount Code