Sabtu, 04 Mei 2013

Petani Tebu Khawatir Dampak Kenaikan Harga BBM

PEKALONGAN, KOMPAS.com - Petani tebu yang tergabung dalam Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Pekalongan, Jawa Tengah, mengkhawatirkan dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang rencananya dalam waktu dekat ini akan diberlakukan oleh pemerintah.

Ketua APTRI Pekalongan, Slamet, di Pekalongan, Senin (29/4/2013), mengatakan bahwa kenaikan harga BBM dipastikan akan makin menyulitkan petani karena akan berimbas terhadap biaya angkut tebu dan sektor lainnya.

"Biaya angkut tebu akan menggunakan jasa angkutan truk. Oleh karena itu, kenaikan harga BBM dipastikan berimbas pada biaya angkut," katanya.

Saat ini, ungkap Slamet, biaya tebang dan angkut tebu mencapai 9.300 per kuintal sehingga dengan kenaikan harga BBM akan membuat lonjakan biaya produksi.

"Selama ini, petani tebu sudah menghadapi sejumlah kesulitan, seperti mencari tenaga tebang dan biaya tanam. Kesulitan petani tebu ini kian bertambah dengan naiknya harga BBM," katanya.

Ia meminta pada pemerintah mengevaluasi atau menunda kebijakan kenaikan harga BBM tersebut, sebagai upaya membantu para petani tebu yang saat ini masih menghadapi sejumlah kesulitan itu.

"Akan tetapi jika BBM itu tetap dinaikan, kami berharap pemerintah juga menaikan harga gula agar para petani tetap bisa menanam tebu," ujar Slamet.

Saat ini, ungkap Slamet, kondisi para petani terancam gulung tikar, karena biaya produksi tanam tebu sudah tak sebanding lagi dengan hasil panen.

"Oleh karena itu, kami berharap pada pemerintah bisa membantu kesulitan yang dihadapi para petani tebu," katanya.

Blunder Kenaikan BBM

Seperti pengalaman beberapa waktu sebelumnya, rencana kenaikan harga minyak ini juga berpotensi menimbulkan persoalan serius karena beberapa hal berikut. Pertama, rakyat selama ini merasa pemerintah selalu mengambil jalan pintas setiap kali ada kenaikan harga minyak internasional yakni menaikkan harga BBM domestik. Padahal, persoalan minyak di Indonesia ragamnya sangat banyak dan menghendaki perubahan yang mendasar.

Dari sisi hulu, penguasaan asing mencapai sekitar 80% dari total produksi dan tidak ada tanda-tanda akan berkurang. Mereka berproduksi dengan kecenderungan terus menurun, tapi biaya pemulihan (cost recovery) terus menjulang tiap tahun (ini menjadi beban pemerintah).

Impor minyak tidak langsung ditangani Pertamina, namun dikerjakan oleh Petral yang tidak langsung berhubungan dengan produsen langsung (negara) sehingga harga minyak impor lebih mahal. Rakyat marah kenapa ihwal semacam ini yang sudah berjalan puluhan tahun dibiarkan, tapi saat APBN dikatakan jebol selalu solusinya kenaikan harga BBM.

Kedua, pemerintah berargumentasi bahwa kenaikan harga BBM untuk menyelamatkan neraca perdagangan yang sejak 2012 mengalami defisit. Pertimbangannya, konsumsi BBM yang terus meningkat (di mana sebagian harus diimpor) membuat pembengkakan impor makin besar sehingga menyebabkan defisit neraca perdagangan.

Tapi, pemerintah menyembunyikan satu data lainnya yang penting, sejak 2007-2011 (sebelum terjadi defisit perdagangan pada 2012) memang pertumbuhan ekspor nonmigas jauh lebih rendah ketimbang impor nonmigas. Selama kurun waktu itu pertumbuhan ekspor nonmigas hanya 14%, namun pertumbuhan impor nonmigas sebesar 22%.

Dengan gambaran itu, sudah pasti tanpa ada kenaikan impor BBM pun dipastikan defisit neraca perdagangan akan terjadi, hanya soal waktu. Jadi, mestinya persoalan defisit neraca perdagangan tidak boleh dilokalisir hanya oleh sebab impor migas.

Ketiga, pemerintah menganggap bahwa subsidi BBM s u d a h pada level yang membahayakan sehingga mengganggu stabilitas fiskal. Defisit fiskal akan makin besar jika harga BBM tidak dikurangi. Masalahnya, selama ini rencana defisit yang dibuat pemerintah tidak pernah bisa direalisasi (di bawah target) karena penyerapan APBN yang buruk. Pada 2012 misalnya seluruh pos APBN penyerapannya di bawah 90%, kecuali untuk pos subsidi dan belanja pegawai sehingga defisit APBN juga lebih kecil dari rencana (meskipun pos subsidi lebih besar dari perencanaan).

Sampai sekarang pun saya kira penyerapan APBN juga akan mengalami problem yang sama sehingga apabila subsidi BBM bertambah, belum tentu akan menambah defisit APBN. Dengan demikian, argumen pemerintah di atas akan benar bila pemerintah penyerapan anggarannya bagus. Sayangnya, mengharapkan penyerapan bagus seperti rencana sampai saat ini masih sebatas fatamorgana.

Ongkos Lebih Besar

Jika pun tiga hal di atas dianggap tidak ada, kenaikan harga BBM itu sekurangnya akan menimbulkan persoalan berikut. Prediksi pertumbuhan ekonomi tahun ini akan berada di bawah 6,3% meski harga minyak tidak naik yang disebabkan makin tidak jelasnya prospek pemulihan ekonomi di AS dan Eropa sehingga harga beberapa komoditas primer turun (yang mengakibatkan ekspor Indonesia tertekan).

Di sisi lain, impor tidak bisa ditekan lebih rendah lagi karena ketergantungan produksi nasional terhadap bahan baku impor. Karena itu, ekspor tidak dapat diharapkan menyumbang pertumbuhan ekonomi. Lainnya, inflasi tahun ini sulit dikendalikan pemerintah karena masalah harga pangan.

Inflasi tanpa kenaikan harga minyak diperkirakan akan berada pada level 5,5-6% tahun ini. Jika ditambahkan dengan inflasi yang diakibatkan oleh kenaikan BBM, inflasi akan berada di kisaran 7,5%. Inflasi bahkan akan lebih tinggi lagi jika pemerintah tidak bisa mengelola ekspektasi masyarakat akibat kenaikan harga BBM dan komoditas pangan tersebut. Jika inflasi berada pada level itu, dua hal akan segera terjadi.

Pertama, tingkat suku bunga akan segera naik sehingga membuat biaya investasi mahal. Implikasinya, investasi turun sehingga dari sisi penawaran membuat sumbangan terhadap pertumbuhan ekonomi akan melemah. Sementara penurunan investasi mengakibatkan prospek penciptaan lapangan kerja juga memburuk sehingga akan terjadi pembengkakan pengangguran. Situasi itu tentu akan sangat mengganggu stabilitas makroekonomi.

Kedua, kenaikan inflasi membuat daya beli masyarakat merosot, terlebih mereka yang tergolong berpendapatan menengah- bawah. Seperti peristiwa kenaikan BBM pada 2005 yang diikuti inflasi tinggi dan kenaikan angka kemiskinan (meskipun sudah diberi BLT), kali ini pun situasinya akan sama.

Dengan gambaran ini mudah dipahami bahwa orang miskin pun menolak kenaikan harga BBM (yang dipersepsikan hanya menguntungkan orang kaya) karena pada dasarnya beban terbesar tetap ditanggung kaum miskin. Saya melihat bahwa jika kali ini harga BBM dinaikkan dengan potensi penghematan sekitar Rp20 triliun, rasanya itu perlu dianalisis lagi secara mendalam.

Jika dikalkulasi lebih komprehensif dengan memperhitungkan potensi yang hilang dari investasi, pertumbuhan ekonomi, dan kenaikan jumlah orang miskin (plus biaya untuk kompensasi orang miskin, apa pun programnya), hampir pasti ongkos secara keseluruhan nilainya lebih besar dari Rp20 triliun.

Karena itu, bila skema ini yang terjadi, kebijakan ini dengan menggunakan analisis standar biaya dan manfaat (cost and benefit ratio) sebetulnya neracanya tidak seimbang. Padahal jika dibuat daftar lagi, masih banyak hal lain yang bakal merugikan pemerintah dan masyarakat akibat kebijakan ini.

Sungguh pun begitu, apabila pemerintah tetap bersikeras mengambil pilihan ini, diharapkan sudah memahami pekerjaan rumah yang harus dikerjakan, baik secara ekonomi, sosial, maupun politik. Jika tidak mampu menyiapkan secara laik, kebijakan ini bakal menjadi blunder dan menggulung rezim ini persis di tikungan terakhir.

AHMAD ERANI YUSTIKA Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, Direktur Eksekutif Indef


Kenaikan BBM dan Nasib Petani

Jakarta-Rencana kenaikan BBM yang dilakukan pemerintah dalam waktu dekat ini diyakini akan memukul masyarakat berpenghasilan rendah. Seperti yang sudah-sudah, kenaikan BBM mendorong naiknya harga pangan. Akibatnya daya beli masyarakat turun. Jika demikian situasinya maka ancaman rawan pangan bagi masyarat kelompok ini menjadi nyata.

Data BPS menyebutkan bahwa 60 persen penduduk miskin tinggal di pedesaan. Dan mereka adalah petani kecil. Sampai hari ini petani menanggung dua beban sekaligus. Disatu sisi sebagai produsen pangan untuk menyediakan pangan penduduk negeri ini. Disisi yang lain sebagai nett consumer dengan daya beli rendah.

Kenaikan BBM dipastikan membuat petani makin menjerit. “Petani kecil (gurem) memiliki resiko besar atas kenaikan BBM ini. Dengan pendapatan kurang dari Rp. 500.000/bulan melonjaknya harga pangan tentu menyulitkan. Belum lagi naiknya harga input pertanian sebagai imbas kenaikan BMM” ungkap Said Abdullah, advokasi officer KRKP.

Masih menurut said, Sebelum kenaikan BBM saja setidaknya 55 persen pendapatan dialokasikan untuk modal termasuk membeli benih, pupuk, dan pestisida. Naiknya BBM diperkirakan meningkatkan harga input 10-15 persen. Belum lagi rencana pemerintah mengurangi subsidi pupuk dan benih yang termuat dalam RAPBN P 2012. Subsidi pupuk akan dipangkas dari Rp16,94 triliun Rancangan APBN Perubahan 2012 menjadi Rp 13,95 triliun atau berkurang Rp 2,98 triliun.

Sementara subsidi benih dipotong hingga 53,7%, dari  Rp279,9 miliar dalam APBN 2012 menjadi hanya Rp129,5 miliar dalam RAPBN-P 2012 (Media Indonesia, 14/3/2012). Jika demikian maka alokasi pendapatan petani untuk modal bisa sampai 60-75 persen.

Dapat dipastikan petani terus bergulung hutang untuk modal tanam. Dengan beban seperti itu maka petani akan semakin dalam terperosok ke jurang kemiskinan. Sekalipun pada akhir pebruari pemerintah telah menaikan harga pembelian pemerintah (HPP) gabah dan beras. Kendati naik, angknya masih kalah jauh dibanding BBM. Bandingkan, BBM naik Rp.1000 sampai 1500/liter sementara HPP untuk gabah kering panen hanya naik tak lebih dari Rp.900/kg. Sungguh sebuah ironi.

Padahal isu kenaikan BBM saja serta merta mendorong harga pangan naik 10-15 persen, ungkap said.
Dengan demikian petani akan menanggung beban kenaikan disisi konsumsi sekaligus kenaikan harga input produksi. Pemberian BLT selain tidak mendidik,hanya pelipur lara sesaat. Kebijakan ini diyakini tidak akan menjawab persoalan pokok petani.

Seyogyanya uang penghematan subsidi BBM yang mencapai 38 triliun dialokasikan untuk membantu petani dari sisi produksi juga konsumsi. Jaminan harga dan ganti rugi gagal panen, adanya ruang akses atas lahan dan input pertanian yang tak memberatkan, adanya asuransi kesehatan dan pendidikan bagi keluarga petani bisa jadi pilihan kebijakan yang dibutuhkan petani.

Sudah saatnya pemerintah memperhatikan nasib petani jika tak ingin jumlah orang miskin bertambah dan pangan tak tersedia di meja kita. Karena petani kecilah pemberi makan negeri ini. Fakta 55 persen pangan didunia dan 97 persen beras di indonesia adalah produksi mereka hendaknya menjadi alasan kuat untuk membelanya. Kecuali jika kita memilih menjadi bangsa yang tak tahu balas budi.

kedaulatanpangan.net

Menurunnya Komitmen Kampus di Bengkulu Terhadap Petani

Ada dugaan kalangan kampus atau akademisi (khususnya) di Bengkulu, tak lagi peduli terhadap nasib petani. Salah seorang akademisi, yaitu Priyono Prawito (Guru Besar Ilmu Tanah Universitas Negeri Bengkulu), merasakan ada kesan seperti itu. Mengingat di masa Orde Baru, dimana penguasa begitu represif, banyak kalangan kampus yang turun langsung mendampingi petani Bengkulu. Mereka bahu-membahu melawan tekanan Orde Baru. Tak heran bila banyak kalangan kampus di Bengkulu saat itu, baik pengajar maupun mahasiswanya, juga merangkap sebagai aktivis.

Komitmen kampus yang mulai memudar itulah yang kini dipertanyakan kaum tani di Bengkulu. Tema inilah yang dibahas program Pilar Demokrasi, yang diselenggarakan KBR68H. Bersama tiga narasumber, yaitu Priyono Prawito (Guru Besar Ilmu Tanah Universitas Bengkulu dan aktivis lingkungan),  Haripatono (Ketua Umum Serikat Petani Bengkulu),dan Suryawan (Kabag Humas Pemkot Bengkulu ).

Priyono sendiri mengakui, dia tetap aktif di tengah masyarakat sampai sekarang, kebetulan posisinya di kampus adalah di bidang pengabdian masyarakat. Priyono melihat situasi sekarang tidak serepresif zaman Orba dulu, itu yang menjadikan kesan, seolah-olah kalangan kampus meninggalkan petani, juga sektor lainnya seperti pedagang kecil dan nelayan. “Faktor represi Orba sangat menentukan, ketika punya musuh bersama, kita bersatu untuk sama-sama melawan teror, bahkan mahasiswa banyak yang militan,” jelas Priyono.

Hari  mengakui adanya kerenggangan antara petani dengan  para dosen, yang di masa lalu juga berlaku sebagai aktivis. Sementara permasalahn yang ada di petani,  sekarang justru semakin banyak terutama permasalahan terkait pemilikan tanah. Sekarang petani seolah berjuang sendirian, tak ada lagi pendamping. “Petani sering bingung mencari teman yang masih siap menyumbangkan tenaga dam pikirannya dalam mendampingi petani,  khususnya yang mengerti soal hukum, untuk mencapai hak-haknya. Karena selama ini petani tahunya punya tanah, menanam dan hasilnya dijual,” ujar Hari.

Suryawan berpandangan,  kalangan intelektual dianggap terlampau maju, sehingga ketika mereka tidak lagi mendampingi petani,  seolah ada ketergantungan dari petani, bukan menjadikan petani mandiri dan berdaya. Suryawan berharap, pemerintah bisa menjadi mediator dan dinamisator. Kemudian  menjadi satu kebersamaan, maka apapun persoalan ke depan bisa teratasi. “Sekarang yang jadi persoalan adalah kepentingan-kepentingan yang menjadi gap, bisa kepentingan politik, atau kepentingan perusahaan,” kata Suryawan.

Priyono menambahkan,  sekarang kalau ada kasus di beberapa tempat, para dosen secara pribadi masih mendampingi, tapi memang tidak semasif dulu lagi, terlebih kader-kader pendamping petani juga sudah tercerai berai. Priyono menegaskan, akademisi  tetap peduli, bahkan kadang diundang ke suatu tempat untuk mencari titik temu antara dua kelompok yang bertikai. “Dulu memang  masif, bila ada kasus di suatu tempat hampir anggota serikat tani tahu dan mau membantu kawannya untuk bersama-sama menyuarakan penyelesaian kasus,” ujar Priyono.

Hari menegaskan, bahwa kasus saat ini banyak sekali, mulai dari kasus tinkatan sedang sampai kasus yang besar. Sementara Komnas HAM juga kurang gregetnya terhadap petani,  terlebih DPR. Saat menyalonkan diri dulu,  caleg DPR terlalu banyak mengumbar janji. “Kemungkinan ada kerja sama antara pihak perusahaan dengan pemerintah, yang sengaja tidak memberikan peluang pada petani menyampaikan aspirasinya. Kalau kita datang ke gedung Dewan, diterima dengan senang hati, diterima dengan sangat ramah, tetapi setelah petani keluar dari ruangan, ya sudah tidak ada apa-apanya,” tandas Hari dengan geram. (dna/kbr68H)

Petani Diimbau Pakai Pupuk Organik

KOTA MANNA, BE – Kepala Dinas Pertanian BS, Ir H Syaiful Usdi mengajak para petani di BS ini untuk selalu menggunakan pupuk organik atau pupuk kompos untuk menyuburkan tanaman mereka.
Pasalnya tahun 2013 ini pasokan pupuk urea untuk Kabupaten BS jumlahnya menurun. Untuk mengatasi kekurangan pupuk an organik itu,  Usdi menghaarapkan para petani khususnya petani sawah beralih ke pupuk pupuk organik.

Tahun 2012 lalu jumlah pasokan pupuk urea sebanyak 3550 ton namun tahun 2013 ini jumlah pasokan atau jatah untuk Kabupaten BS hanya sebanyak 3.400 ton. Dipastikan tahun ini para  petani akan kekurangan pupuk jika hanya mengandalkan pupuk urea.
Usdi menambahkan, dengan dikuranginya pupuk urea, maka tahun ini pasokan pupuk organik ditambah menjadi 565 ton. Jumlahnya meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya 400 ton.

Hanya saja pupuk organik yang dipasok tahun 2012 lalu itu tidak ada yang menggunakannya. Sehingga saat ini masih tersimpan di gudang. Menurutnya, berkurangnya pasokan  pupuk ureas dari pemerintah pusat ini untuk mengarahkan agar para petani ke pupuk organik atau alami.
”Untuk penggunaan pupuk organik, para petani masih enggan karena takut hasil sawah berkurang, padahal dengan pupuk organik sawahnya akan semakin bagus dan hasil panennya akan lebih baik,” ujar Usdi.(369)

Petani Bengkulu Keluhkan Harga Lada

Para petani di Bengkulu mengeluhkan harga lada hitam di daerah itu mengalami penurunan dalam sepekan terakhir menjadi Rp50.000, dari sebelumnya Rp55.500 per kilogram.

Harga lada hitam sebelumnya bertahan Rp60.000, namun turun Rp500 per kilogram dan pekan ini kembali turun, kata Suhardi, petani lada di Kabupaten Kepahiang, Provinsi Bengkulu, Senin.
Ia mengatakan, saat ini belum tiba musim panen raya lada, tapi setiap pekan dipastikan tersedia pasokan lada meskipun jumlahnya masih minim, sedangkan permintaan dari pedagang relatif masih lesu.

Biasanya pedagang pengumpul daerah itu berlomba membeli lada hitam, namun sejak dua pekan lalu tidak ada permintaan dari mereka, meskipun mereka membeli dengan harga lebih rendah dari sebelumnya.

Tanaman lada di daerah ini merupakan tumpangsari dengan tanaman kopi, dan belum ada kebun khusus seperti di sentra produksi Kabupaten Kaur, dengan jenis bibitnya asalan.
Tegakan pohon lada itu hanya mengandalkan pohon pembayang tanaman kopi, yaitu pohon akasia, dadap, petaidan pohon pelindung lainnya.

Seorang pedagang besar hasil bumi di Kabupaten Kepahiang Zurdinata membenarkan, harga beli lada hitam asalan saat ini turun menjadi Rp50.000 dari sebelumnya Rp55.500 per kilogram.
Permintaan lada hitam asalan Bengkulu dari berbagai pedagang besar di luar daerah itu pekan ini berkurang, sehingga harga beli dari petani menurun.

Ia mengatakan, meskipun harga turun namun pasokan dari petani belum ada peningkatan karena tanaman lada petani daerah itu belum panen raya sehingga pasokan masih terbatas.
Harga tersebut diberlakukan berpedoman harga beli pedagang besar dari Lampung, wilayah Sumsel, dan Sumatera Barat, di samping permintaan tidak mengalami peningkatan.

Biasanya pasokan lada hitam setiap hari tersedia, namun akhir-akhir ini hanya sekali dalam seminggu yaitu pada saat hari pekan mingguan masyarakat saja, ujar dia pula.

Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Bengkulu Riky Gunarwan mengatakan, pihaknya akan membantu memberikan bibit lada dan kopi stek bagi petani Kabupaten Kepahiang yang merupakan daerah potensial penghasil lada, selain Kabupaten Kaur.

Pemberian bibit itu, menyusul permintaan petani yang akan meremajakan tanaman lada dan kopi karena tanaman lada di Kepahiang tumpangsari dengan kopi.(ant/rd)

Bulog Bengkulu turunkan Satuan Tugas (Satgas) Beli Beras Petani

BENGKULU (Metro) Bulog Bengkulu turunkan Satuan Tugas (Satgas) lapangan untuk membeli beras petani di daerah ini. Sebab, petani di sejumlah kabupaten di Bengkulu, mulai akhir April melaksanakan panen raya.

"Sejak sepekan ini, kita telah menurunkan Tim Satgas ke beberapa kabupaten di Bengkulu guna membeli beras petani karena mereka mulai melaksanakan panen raya padi," kata Kepala Humas Bulog Bengkulu, Hariswan,  Bengkulu, Kamis (18/4).
Ia mengatakan, petani di Bengkulu, yang mulai melaksanakan panen raya padi pada akhir April 2013, antara lain di Kabupaten Kepahiang, Lebong dan Bengkulu Selatan.

"Tim Satgas kita sudah di tiga kabupaten tersebut, untuk membeli beras hasil panen petani setempat. Ini dilakukan agar target pengadaan beras di Bengkulu tahun 2013 sebanyak 7.500 ton dapat direalisasikan dengan baik sampai Desember nanti," ujarnya.

Sebab, jika Bulog tidak jemput bola ke lapangan dan hanya mengandalkan rekanan saja, dikhawatirkan target pengadaan pangan di Bengkulu sebanyak 7.500 ton pada 2013, tidak dapat direalisasikan 100 persen.

Soalnya, jika harga beras lokal tinggi pada saat sedang panen raya, maka beras yang dibeli rekanan dari petani tidak dijual ke Bulog melainkan ke pedagang beras setempat karena mendapat keuntungan besar.

Akibatnya, kontrak pengadaan beras yang sudah disepakati dengan Bulog Bengkulu, tidak mereka penuhi dengan baik. Hal ini menyebabkan target pengadaan pangan Bulog Bengkulu, tidak berhasil dicapai 100 persen.

"Dari pengalaman tersebut, mulai tahun ini kita langsung menurunkan Satgas ke lapangan untuk membeli beras hasil panen para petani di Bengkulu. Kami yakin dengan pola kerja jemput bola ini target pengadaan pangan di Bengkulu pada 2013 sebanyak 7.500 ton dapat direalisasikan dengan baik," ujarnya.

Pada April ini, Bulog Bengkulu telah mendapat menandatangani kontrak pembelian beras dengan petani sebanyak 200 ton. Dari jumlah itu, sebanyak 35 ton sudah masuk ke gudang beras Bulog setempat.

Sedangkan sisanya akan dapat dipenuhi oleh petani  setempat dalam waktu dekat. Bulog membeli beras petani dengan harga Rp 6.600/kg. Harga pembelian ini sesuia dengan ketentuan pemeintah.

Tentang stok beras di Bengkulu, Hariswan mengatakan, ada sekitar 5.800 ton. "Stok beras sebanyak ini cukup untuk mengatasi kebutuhan penyaluran raskin di Bengkulu, selama tiga bulan ke depan," ujarnya.

Meski demikian, pihaknya dalam waktu dekat, akan mendatangkan tambahan stok beras sebanyak 3.000 ton dari Surabaya, Jatim. Diperkirakan beras sebanyak ini, akan masuk ke Bengkulu pada awal Mei mendatang.

Dengan adanya tambahan itu, maka stok beras Bulog di Bengkulu mencapai 8.800 ton. Stok ini akan ditambah lagi dari hasil dari pembelian beras petani di sejumlah kabupaten di Bengkulu. "Kita perkirakan pada akhir Mei stok beras di Bengkulu mencapai 10.000 ton," ujarnya.(rga)

Sumber Daya Alam Provinsi Bengkulu

Salah satu yang menjadi motor penggerak perekonomian di luar migas adalah sektor pertanian. Sektor ini tidak saja mampu memberikan kontribusi yang besar terhadap perekonomian tetapi juga mampu menyerap tenaga kerja yang relatif lebih besar.

Menurut data Dinas Pertanian Provinsi Bengkulu, luas lahan sawah yang mempunyai saluran irigasi teknis seluas 22.598 ha, sawah non irigasi teknis seluas 68.232 ha dan luas lahan palawija, hortikultura dan sayur-sayuran seluas 386.881 ha. Sedangkan, panjang saluran irigasi primer, sekunder, dan tersier, secara keseluruhan sepanjang 583,89 km. dengan spesifikasi tersebut, Provinsi Bengkulu berhasil memproduksi padi sebanyak 3,755 ton/ha.

Berdasarkan data Departemen Kehutanan, luas hutan seluas 920.753,50 ha dengan hasil hutan Kayu Bulat sebanyak 29.945,10 m³ kayu gergajian sebanyak 23.151,94 m³ rotan: 177.200 batang dan damar: 312.500 batang. Sedangkan menurut data Dinas Kehutanan Provinsi Bengkulu, tercatat luas Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam seluas 444.882 ha, luas Hutan Lindung 252.042 ha, hutan produksi terbatas seluas 182.210 ha, hutan produksi tetap seluas 34.965 ha dan Hutan Fungsi Khusus seluas 6.865 ha.

Di bidang kelautan dan perikanan, menurut data Departemen Kelautan dan Perikanan, Provinsi Bengkulu memiliki potensi sebesar 145.334 ton dengan hasil 39.203,3 ton. Pada bidang produksi peternakan, Departemen Pertanian mengeluarkan data, yakni sapi potong sebanyak 84.943 ekor, sapi perah sebanyak 194 ekor, kerbau sebanyak 49.024 ekor, kambing sebanyak 110.611 ekor, domba sebanyak 6.655 ekor, babi sebanyak 2.153 ekor, kuda sebanyak 65 ekor, ayam buras sebanyak 2.797.876 ekor, entok sebanyak 48.029 ekor, angsa sebanyak 6.210 ekor dan puyuh sebanyak 10.717 ekor.

Potensi perkebunan sangat ditunjang dengan luas lahan perkebunan seluas 1.978.870 ha dengan hasil antara lain sawit sebanyak 703.335,60 ton, karet 72.248,89 ton, kopi robusta 55.461,39 ton, kopi arabika 2.466,36 ton, kakao 1.523,93 ton, kelapa dalam 5.983,21 ton, lada 3.284,92 ton, cengkeh 64,26 ton, aren 1.862,40 ton, kayu manis 719,06 ton, pinang 465,59 ton dan kemiri 3.082,90 ton.
Data dari Departemen ESDM, Provinsi Bengkulu memiliki potensi pertambangan dan energi diantaranya lima yang terbesar, yaitu: batu bara, emas, pasir besi, batu apung, bentonit. Hasil produksi batu bara tercatat sebanyak 673.542.000 ton.
Sumber: Indonesia Tanah Airku (2007).

Dinas Pertanian Bengkulu Bantu Petani Gagal Panen

BENGKULU, KOMPAS.com - Dinas Pertanian Provinsi Bengkulu akan membantu petani di Kabupaten Lebong, yang terancam gagal panen akibat sawahnya diserang tikus, beberapa pekan terakhir.

"Kami sedang mencari alokasi dana untuk membeli bibit padi, yang akan diberikan kepada ratusan kepala keluarga petani yang gagal panen dan gagal tanam," kata Kepala Dinas Pertanian (Distan) Provinsi Bengkulu, Edi Nevian, Rabu (24/4/2013) di Kota Bengkulu.

Ia mengatakan, setiap ada laporan gangguan serangan hama bagi tanaman padi petani pihaknya akan mengatasinya dengan memberikan bantuan, terutama bibit padi sehingga petani bisa menanam kebali.

Di wilayah Lebong, kata Edi, hampir setiap tahun menjadi sasaran serangan hama tikus. Penyebabnya, di ekitar areal sawah petani itu terdapat semak-belukar yang menjadi sarang tikus.

Untuk mengantisipasinya pihaknya akan memberikan racun kepada petani melalui dinas pertanian setempat, di samping bibit padi unggul agar petani bisa kembali menanam padi.

Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Lebong, Rudi Pancawarman, membenarkan sawah petani daerahnya diserang hama tikus sejak dua pekan lalu.

Sawah yang diserang hama mencapai ratusan hektar, termasuk tanaman padi siap panen dan baru tanam, terutama di Kecamatan Piang Belapis daerah itu.

Berdasarkan laporan camat setempat, kata Rudi, daerah diserang hama itu antara lain areal persawahn Ketnong I dan II luasnya sekitar 150 hektar.

Kekurangan Air, 450 Ha Sawah Tak Tergarap

(Berita Daerah - Sumatera) Kekurangan air membuat petani di Kabupaten Bengkulu Selatan (BS) tidak dapat maksimal dalam menggarap sawah mereka. Di Kecamatan Kedurang, dari 750 hektare lebih lahan sawah yang tersedia, sekitar 450 hektare sawah yang tidak tergarap.

Hamparan sawah yang berada di Desa Muara Tiga, Pajar Bulan, Durian Sebatang, Karang Caya, Lawang Agung, Betungan, dan Sukarami itu cukup lama tidak digarap karena kekeringan.

Anggota DPRD Bengkulu Selatan Minadi, SH mengatakan, hamparan sawah di delapan desa tersebut saat ini sudah tidak dikelola oleh petani, pasalnya debit air yang mengaliri kawasan tersebut kecil, ditambah fasilitas irigasi yang tidak memadai.

"Ada proyek multi-years pembangunan irigasi, namun sudah tiga tahun ini belum jadi-jadi malah baru sepajang 1 kilometer," ujar Minadi, belum lama ini.

Akibat krisis air yang lama melanda kawasan itu, warga mulai melakukan alih fungsi lahan dengan menanam kelapa sawit. "Jika semua lahan sawah ditanami kelapa sawit, nanti Bengkulu Selatan akan sangat bergantung dengan pasokan beras dari daerah luar," ujarnya.
(sn/EA/bd-infopublik.org)

Target Swasembada 5 Komoditas


DPR RI meminta keseriusan Pemerintah untuk mencapai target swasembada 5 komoditas pangan utama yaitu padi, Jagung, kedelai, gula dan daging, sesuai dengan yang direncanakan. Anggota Komisi IV DPR RI, Dewi Coryati mengatakan permintaan ini karena berdasarkan laporan Pemerintah sendiri yang menyatakan berani mematok target swasembada untuk lima komoditas tersebut pada tahun 2014.

Untuk jagung sebanyak 20,82 juta ton, dengan rata-rata pertumbuhan pertahun sebesar 3,33%. Komoditas kedelai sebesar 2,70 juta ton dengan rata-rata pertumbuhan pertahun sebesar 35,02%, Produksi gula 3,10 juta ton dengan pertumbuhan rata-rata pertahun sebesar 4,53%, Serta untuk target produksi daging sapi sebesar 0,53 juta ton dengan rata-rata pertumbuhan pertahun sebesar 29,57%.

Dewi Coryati, dari Fraksi PAN ini menegaskan target swasembada tersebut juga didukung dengan alokasi Subsidi Pupuk TA 2013 berdasarkan UU No.19 tahun 2012 tentang APBN TA 2013, direncanakan sebesar Rp.16.228,7 Milyar, terdiri dari Subsidi Pupuk TA 2013 sebesar Rp.15.830,5 Milyar. "Nah, tinggal  pengawasannya yang perlu diperkuat oleh DPR," 

Yang patut diwaspadai kata Dewi, perubahan iklim yang tidak menentu, sebab hal tersebut akan mempengaruhi target pemerintah. Di sisi lain, juga berdampak serius pada kondisi petani itu sendiri. Karena itulah, menurutnya, RUU  Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, sangat diperlukan.

RUU Perlindungan & Pemberdayaan Petani Harus Segera Rampung


Anggota Komisi IV DPR RI, Dewi Coryati mengungkapkan Rancangan Undang-undang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani (RUU PPP) perlu diselesaikan pada masa persidangan yang akan datang (Dimulai pada 13 Mei 2013). Menurutnya, RUU ini merupakan salah satu bentuk keberpihakan DPR kepada petani.
"Selama ini, petani tidak mendapatkan jaminan dari negara terhadap usaha pertanian mereka. Padahal, mereka itulah yang menyediakan pangan kita," kata Dewi. Anggota Fraksi PAN ini menjelaskan, dengan UU tersebut, petani mendapatkan asuransi terhadap potensi gagal panen. Kedua, petani akan mendapatkan kemudahan dalam permodalan. 

"Sulit, berharap pada sistem perbankan yang ada. Ya, mereka pasti memandang sektor pertanian itu unbankable (Tidak memenuhi syarat-syarat bagi peminjaman modal ke perbankan). Itulah mengapa meskipun ada beberapa program pemerintah yang memberikan jaminan ke Bank, agar mereka meminjamkan ke petani, tetap aja tidak bisa diakses petani," lanjut Dewi.
 
Seperti diketahui, UU ini mewajibkan pembentukan unit khusus yang menanganibidangpertanian. Unit khususiniadalahlembaga yang dibentuk didalam bank-bank pemerintahatau unit atau bidang tertentu yang akan memberikan kemudahan, penyederhanaan aturan dan penyaluran program.

Pembentukan unit khusus inilah yang kemudian akan mendorong upaya-upaya memobilisasi petani supaya memanfaatkan program-program pemerintah yang memang selama ini sudah berjalan. Program itu diantaranya kredit ketahanan pangan dan energi, Kredit Usaha Peternakan Sapi (KUPS), Kredit Usaha Rakyat (KUR), bahkan peraturan Bank Indonesia nomor 45 sudah mengalokasikan 5 sampai 20 persen dari masing-masing bank umum yang ditujukan untuk usaha kecil dan menengah termasuk di dalamnya pertanian.

Sementara itu, untukpetani yang memiliki lahan sempit, UU ini mengatur pemerintah wajib menyediakan  2 hektar, dan masyarakat diberi hak kelola, misalkan 25 tahun, 30 tahun, bahkan 50 tahun, supaya lahan negara ini tidak beralih fungsi. Hal ini didasarkan kepada kedaulatan dan kemandirian pangan, sesuai UU nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan, dengan harapan masyarakat bisa mempertahankan lahan pertaniannya.

Dewi Coryati, yang kembali menjadi calon anggota legislatif DPR RI periode 2014-2019 ini yakin bahwa RUU ini dapat selesai pada masa sidang keempat ini. "Tinggal dirapikan dan disinkronkan di Timus (tim perumus), dan Timsin (tim sinkronisasi), lalu masuk ke panja. Optimislah! Asal komitmen ada pada pimpinan," pungkasnya.

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hostgator Discount Code