Selasa, 16 April 2013

Mereka Enggan Jadi Anggota DPR. Kenapa?


“Halo! Selamat siang Metro TV. Cita-cita menjadi anggota DPR, ada di urutan ke berapa?” Begitulah naskah singkat yang saya siapkan, terkait berita tentang 10 besar cita-cita anak Indonesia, yang disiarkan sekitar Agustus 2011 lalu.

Saya yakin 100 persen, Anda sudah tahu, menjadi anggota DPR tak masuk dalam urutan 10 besar. Ya, tentu saya yakin karena Anda pasti membaca sub-judul di atas, “Bukan 10 Besar”.

Kalau begitu, ada di urutan berapa ya? Rasa penasaran Anda sama seperti saya. Tapi niat menelpon itu urung terlaksana. Saya amat yakin 50 besar pun, sepertinya tidak masuk. Kok bisa? Pengalaman kami, setiap pemetaan persepsi tentang parlemen, siapapun pesertanya, baik mahasiswa, sarjana, bahkan kader partai, opini yang negatif selalu saja dominan.

Nah, mungkinkah anak-anak punya persepsi yang berbeda? Gak mungkin, karena sumbernya sama.
Sekarang, bagaimana pendapat para orang tua di Indonesia? Ini dia beritanya!

Survei: Orangtua Tak Mau Anaknya Jadi Anggota DPR

Dahulu, kebanyakan orangtua menginginkan anaknya menjadi pejabat, salah satunya menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Namun, sekarang, keadaannya berbalik. Mayoritas orangtua tak ingin anaknya menjadi anggota Dewan. Hal itu terungkap dalam survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) yang dipaparkan oleh peneliti LSI Rully Akbar, di Kantor LSI di Jakarta, Minggu (18/11/2012).Survei ini dilakukan 12-15 November 2012, dengan jumlah responden 1.200 orang yang ditentukan dengan multistage random sampling. Adapun, tingkat kesalahannya plus minus 2,9 persen. Bagaimana hasil survei itu?

Sebanyak 56,43 persen responden menyatakan tidak ingin anaknya menjadi anggota Dewan di Pemilu 2014. Hanya 37,62 persen orangtua yang ingin anaknya duduk di parlemen dan 5,95 persen menjawab tidak tahu.

Angka itu hampir sama ketika ditanya apakah responden ingin menjadi anggota Dewan di Pemilu 2014. Sebanyak 54,92 persen responden tidak ingin menjadi anggota Dewan. Hanya 38,37 persen yang ingin menjadi anggota Dewan dan 6,71 persen menjawab tidak tahu.

Rully menambahkan, angka itu berbeda dibanding hasil survei tahun 2008. Saat itu, mayoritas responden atau 59,22 persen ingin anaknya menjadi anggota Dewan. Hanya 31,32 persen yang menjawab tidak ingin dan 9,46 peren tidak menjawab.
"Ada peningkatan 25 persen publik yang tidak ingin keturunan mereka jadi anggota DPR. Anggota Dewan tidak lagi jadi primadona orangtua," kata Rully.

Mengapa hal bisa terjadi? Dikatakan Rully, maraknya kasus korupsi yang menjerat anggota Dewan membuat makin pudarnya keinginan publik menjadi anggota Dewan. Selain itu, semakin banyak anggota Dewan yang terlibat kasus amoral seperti perselingkuhan hingga indisipliner seperti tidur saat rapat maupun bolos.

Apakah Anda ingin keturunan Anda menjadi anggota Dewan? (Sumber: kompas.com, 18 November 2012)

Anda?

Maaf, saya kutip sekali lagi penutup berita di atas, “Apakah Anda ingin keturunan Anda menjadi anggota Dewan?” Hmm, yang belum punya keturunan, silakan berandai-andai.

Nah, jawaban Anda, tentu tergantung pada persepsi dan persepsi Anda tentang Dewan tergantung pada? Yang mau tau, ayo baca terus!

Media

Seorang anggota Dewan mengeluh, “Media sih terlalu bebas. Kalau kabar buruk, pasti diberitakan. Padahal, belum tentu benar. Tau gak, di eksekutif itu jauh lebih parah! Yang baik-baik, gak diberitakan,”

Ternyata keluhan ini, ada benarnya juga. Saya punya cerita di balik kalimat, “Padahal, belum tentu benar”.  Suatu hari, seorang aktivis lembaga swadaya masyarakat (LSM) menemui saya, saat menjadi staf pada anggota DPR. Eits, tunggu dulu! Bukan sembarang aktivis lho. Pendapatnya dikutip banyak media cetak dan elektronik.

Dengan tergopoh-gopoh, “Mana data kemarin? Mana? Aduh! Data yang kukasih ke koran itu salah. Dimuat lagi hari ini. Untung gak ada yang protes!” katanya sembari membolak-balik tumpukan laporan anggaran dari satu kementerian.

Kira-kira berapa banyak ya, orang yang dikelirukan oleh teman saya melalui media itu? Berapa sering kekeliruan macam ini terjadi? Lalu berapa orang yang tahu kekeliruan tersebut? Apakah mereka merasa perlu mengklarifikasinya? 

Kita tinggalkan dulu kisahnya. Saya ingin mengajak Anda untuk mengingat-ingat faktor apa saja yang mengitari berita positif, netral, maupun negatif tentang parlemen.  Oya, kami menggunakan istilah parlemen secara bergantian dengan sinonimnya; dewan, perwakilan, legislatif, dan DPR. Maaf, sementara ini, tidak untuk diperdebatkan ya. Setuju? Yang setuju boleh lanjut! Yang tidak? Boleh juga.

Apa saja yang menyebabkan dominannya berita tentang anggota DPR di media?
1.      Banyaknya narasumber, sumber, dan nilai berita
Ada 560 orang anggota DPR RI yang dapat menjadi narasumber sekaligus sumber berita. Jumlah tersebut cukup besar bagi media, untuk mendapatkan berita yang bernilai. Mari lihat, apa saja nilai peristiwa yang layak menjadi berita?
-          C (consequences, dampak peristiwa).
Misalnya, kenaikan harga BBM.  Pendapat anggota DPR dan fraksi tentu sangat ditunggu publik, karena akan mempengaruhi keputusan pemerintah.
-          H (human interest, sisi kemanusiaan).
Contoh: beratnya perjuangan politisi perempuan, apalagi mereka yang berperan sebagai orang tua tunggal. Tapi sayangnya, kisah macam ini jarang ditemukan di media.  
-          P (prominence, ketokohan).
Kadang ada yang protes, “Pendapat gitu aja, kok diberitakan,” Maaf, memang ada jenis opini yang dipublikasi bukan karena kualitas, tetapi karena siapa yang mengatakan. Mau? Jadi tokoh dulu ya. Caranya? Antara lain dengan menjadi anggota Dewan.
-          P (proximity, kedekatan peristiwa dengan pembaca).
Setiap anggota Dewan merupakan wakil dari satu daerah pemilihan. Jadi, jika pun di tingkat nasional belum layak diberitakan, di tingkat lokal bisa jadi berita yang bombastis.
-          T (timeliness, kebaruan sebuah peristiwa).
Kapan pun perstiwanya, ketika dibahas di Dewan, itu bernilai berita. Kenapa? Pertama, pembahasan itu, berpotensi melahirkan kebijakan yang berbeda dari sebelumnya. Kedua, kalau pun tidak ada kebijakan baru, tetap layak jadi berita. Ayo ingat, pernah baca berita, “DPR-Pemerintah, Buntu.”

Aha! Selalu ada alasan untuk memuat berita tentang lembaga kita yang tercinta ini.

Nilai-nilai berita tentu tidak berdiri sendiri ia kembali dibingkai oleh sudut pandang media terhadap sebuah peristiwa. Inilah yang melahirkan kesan positif-negatif.

2.      Keterbukaan dan Kemudahan Akses
Meski sejumlah kalangan mengeluhkan sulitnya akses informasi di DPR, tetapi dibandingkan birokrasi di lembaga eksekutif dan yudikatif, DPR relatif lebih terbuka dan mudah.

3.      Pentingnya Fungsi Lembaga
DPR merupakan institusi sentral dalam proses pembentukan undang-undang, pengawasan, dan anggaran.

Dalam masa sidang, minimal ada 33 rapat untuk 11 Komisi setiap minggu (Senin, Rabu, Kamis). Belum termasuk rapat-rapat di alat kelengkapan Dewan lainnya. Ini semua adalah potensi sumber berita.

4.      Kinerja Kelembagaan dan Individu
Seperti diketahui, ada masalah dalam kinerja DPR secara kelembagaan, misalnya tentang capaian program legislasi nasional (prolegnas). Demikian pula dengan perilaku dan gaya hidup oknum anggota DPR yang memang kurang patut. Bagaimana dengan Dewan di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota? Semakin banyaklah narasumber dan sumber berita.

Sementara itu, di internal media sendiri. Ada setidaknya empat faktor, yang mempengaruhi mengapa DPR, penting dan menarik di mata media.

1.      Visi dan Misi Perusahaan Media.

Saat ini, berkembang kesadaran bahwa perusahaan harus berkontribusi pada nilai-nilai kemanusiaan. Tidak semata-mata kepentingan jangka pendek. Bagaimana media memaknainya?
Antara lain dengan memposisikan diri sebagai pengontrol DPR, agar lembaga ini serius bekerja dan berempati pada rakyat.

Silakan perhatikan, siapa pengelola opini publik sehingga pimpinan DPR membatalkan rencana pembangunan gedung baru? Media. Ya, salah satu media nasional. Media dengan misi demikian, umumnya telah mapan secara finansial dan jaringan, sehingga tak terpengaruh dengan posisi tawar apapun dari DPR, apalagi sekadar pemasangan advertorial.

2.      Kepentingan Politik
Sejatinya, kata kepentingan politik adalah sesuatu yang netral. Tetapi dalam konteks ini, lebih ditekankan pada perilaku media yang mendukung kepentingan jangka pendek sebuah partai (kekuasaan). Mungkin karena itu, berita negatif anggota Dewan dari partai yang dianggap “lawan” dipublikasikan secara besar-besaran oleh media tersebut.

Dampaknya, tidak hanya menimpa satu partai tetapi juga berpotensi mengganggu citra lembaga Dewan. Kalau sudah urusan politik, rating (peringkat) tak lagi jadi soal.

3.      Pertimbangan Selera Pasar
Bad news is good news (kabar buruk adalah berita baik –layak jual). Begitulah, salah satu prinsip umum media.  Ada banyak media kecil juga hidup dari sini. Anda pernah mengamati bagaimana berita koran-koran murah di stasiun atau terminal. Apa isinya? Berita-berita negatif, salah satunya soal anggota-anggota Dewan.

4.      Naluri dan Kreativitas Jurnalis.
Anggota Dewan juga manusia, memiliki beragam perilaku, kesenangan, dan aktivitas. Dengan bekal persepsi, naluri, kreativitas, sangat mudah bagi media, jika ingin menyorot mereka dalam nada negatif. Mudah sekali! Karena merek jam tangan, seorang anggota Dewan, bisa begitu buruknya di mata media. “Padahal, itu jam bekas lho,” kata seorang staf anggota. “Ssst, harganya tak semahal perkiraan media,”

Sekolah

Pemerintah berencana akan menambah jam belajar di sekolah untuk semua siswa di jenjang pendidikan dasar sampai pendidikan menengah. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Mohammad Nuh beralasan, nilai sosial yang berubah sehingga menuntut adanya perubahan di dunia pendidikan.

"Alasannya jelas karena ada perubahan sosial. Daripada lebih banyak di luar sekolah dan tercemar hal negatif, lebih baik kita perpanjang waktu di sekolahnya," kata Nuh seusai membuka Indonesian Science Festival (ISF), di Senayan, Jakarta, Rabu (19/9/2012).
Diakui Nuh, berdasarkan hasil kaji ulang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), efektivitas pembelajaran di sekolah masih sangat kurang. "Sekarang ini, berapa lama anak anak-anak ada di sekolah, enam sampai delapan jam. Tapi untuk apa kalau efektivitasnya belum memuaskan, maka kita tambah waktu di sekolahnya," pungkas Nuh. (kom/brs/ts)

Anda pasti pernah membaca berita di atas? Coba ingat-ingat, kapan? Satu, dua, tiga! Sudah ingat? Barusan setengah menit lalu, bukan? Ya, minimal itu.

Apa kira-kira komentar Anda. Mungkin Anda mengatakan, “Syukurlah, kalau pak Menteri sadar,” atau sebaliknya, “Emang di sekolah lebih baik dari di luar? Dari mana anak-anak dapat contoh kelakuan atau kata-kata yang gak sopan?”

Baiklah, baiklah. Apapun pendapat itu, tentu Anda sepakat pada satu hal; sekolah perlu berperan dalam pembentukan pola pikir, persepsi, dan perilaku anak-anak. Termasuk tentang politik. “Gak salah?” Tidak, Anda tidak salah baca. “Mungkin salah ketik?” Tidak juga, kami tidak salah ketik, termasuk tentang Po-li-tik.   

Jadi, saran untuk pak Menteri, lama saja tidak cukup, efektif saja juga tak cukup. Sekolah perlu didorong untuk memiliki misi, kurikulum, dan program pengenalan politik.

“Bagaimana kalau dikembalikan kepada sekolah masing-masing?” Ya, boleh-boleh saja, tapi jangan heran nanti jawabannya begini. “Oya? Oo begitu, iya bagus banget, tapi maaf sekolah kami tidak mengajarkan itu,” Ayo pak Menteri mau bilang apa? Padahal sekolah demikian justru berkontribusi dengan “mengizinkan” lingkungan di luar sekolah untuk membentuk pola pikir, persepsi, dan perilaku politik anak didik mereka.

Nah, agar sekolah dapat berkontribusi secara langsung pada tiga hal di atas, maka ada 4 hal minimal, yang perlu diperhatikan, yaitu:

1.      Pendidikan Karakter
Sekolah perlu lebih peduli pada pentingnya nilai hidup, karakter, dan misi manusia. Guru dan sekolah seharusnya jauh lebih resah, ketika seorang anak didik tidak tidak punya cita-cita, atau hal sederhana; tidak bisa antri, daripada nilai matematikanya rendah.
Sulit mengharapkan masa depan yang lebih baik, ketika generasi muda tidak dipersiapkan dengan sebuah karakter yang berbeda dari generasi sebelumnya. Apa yang mengubah sebuah generasi? Jawabnya pendidikan karakter dan kreativitas. Bukan pendidikan berbasis hapalan dan angka-angka.

2.      Kecerdasan Majemuk
Apa ukuran sekolah tentang anak cerdas di hari ini? Nilai matematika, fisika, kimia, atau bahasa Inggris. Padahal kecerdasan tak hanya itu. Bagaimana jika ada seorang anak yang nilai matematika dan bahasanya sangat rendah, tetapi pandai bergaul dan memiliki banyak teman?

Dalam ilmu kecerdasan majemuk (multiple intelligent), anak demikian disebut anak dengan kecerdasan interpersonal. Itulah salah satu kecerdasan yang dibutuhkan sebagai anggota parlemen. Sayang bukan, jika potensi ini dimatikan oleh sekolah. Yah, sekolah kita saat ini tidak membedakan anak-anak berdasarkan potensi akademis dan akademia.

3.      Referensi Politik dan Politisi Ideal
Setelah mengenalkan pentingnya misi dan nilai hidup, sekolah perlu mengenalkan politik dan politisi ideal.  Anak-anak perlu disadarkan bahwa misi itu bisa dijalankan dengan menjadi politisi. Politisi macam apa?

Nah, sekolahlah yang mengambil peran itu, bukan dibiarkan begitu saja.

Mungkin ada yang bertanya, “Apa anak-anak bisa diajak berpikir gitu? Kan masa bermain?” Yuk, baca petikan berikut:

 “Saya baru selesai membaca Of Mice and Man karya John Steinbeck. Buku ini merasuki jiwa saya. Meresap. Saya perhatikan dalam buku ini bahwa anak-anak tidak pernah menghakimi siapapun dari warna kulit mereka. Hanya orang dewasalah yang menghakimi dengan cara demikian.  Yang saya pelajari dari buku itu adalah walaupun saya suatu hari kelak akan menjadi dewasa, takkan pernah saya melupakan pelajaran-pelajaran seorang anak,”

Itulah ucapan seorang anak usia 4 tahun saat berdialog dengan motivator, Mr. Anthony Robbins. Talmadge E Griffin, namanya. Ia murid dari Westside Preparatory School, dididik oleh sang guru,  Ms. Marva Collins. Apa yang Ibu guru itu lakukan? Antara lain mengganti buku-buku cerita “Lihatlah spot berlari,..” dengan buku-buku Shakespeare, Sophocles, dan Tolstoy!

Hari ini, saya dan mungkin Anda  merindukan sebuah generasi yang tak cuma membaca, “Si Budi dan Iwan bermain-main di halaman”, tetapi juga menamatkan “Di Bawah Bendera Revolusi”. Lalu seperti Talmadge, mereka berkata, “Meresap!”

Kita tak kekurangan sejarah keteladanan seorang politisi, yang pejuang, yang  negarawan dan hidup dalam kesederhanaan. Ada Bung Karno yang kerap dipenjara, bahkan diasingkan. Tapi tak pernah jera untuk kemerdekaan Indonesia. Potret kesederhanaan bisa kita dapatkan dari Bung Hatta dengan cerita sepatu Bally yang tak terbeli hingga wafat.

Juga ada Pak Natsir dengan pakaian penuh tambalan, bahkan saat menjadi Menteri. Ketika masa bakti di departemennya berakhir, beliau ke pulang ke rumah naik sepeda. Ya, hanya membawa sebuah sepeda. Bagaimana dengan politisi hari ini? Apakah sekolah telah mengenalkan dan menanamkan jiwa-jiwa perjuangan, kenegarawanan, kesederhanaan mereka?

4.      Pengenalan Kelembagaan Dewan

Setelah memahami politik ideal, sekolah perlu mengenalkan kelembagaan Dewan, sekreatif mungkin. Misalnya? Ya, melalui permainan, simulasi, kunjungan ke Dewan, sehari bersama anggota Dewan, mengundang anggota Dewan ke sekolah untuk bercerita, mengajak siswa memfasilitasi persoalan masyarakat. Misalnya, pengadaan perpustakaan kelurahan, melalui anggota DPRD Kota.

“Eh, cerdas cermat, gimana? Penting lho,” Kalau program yang satu itu? Hmm, maaf setelah membaca teorinya Edwad de Bono tentang kecerdasan majemuk dan menjadi pengikut komunitas Indonesian Strong From Home bersama Ayah Edy, sepertinya cerdas cermat, tak lagi masuk hitungan.

Kesimpulannya, kita membutuhkan dukungan kurikulum, bahan bacaan, paradigma dan keteladanan para guru, dan kreativitas pengajaran, untuk melahirkan sebuah generasi yang lebih baik, yang memaknai politik dengan benar, tidak hanya berdasar pada persepsi umum. Jika suatu saat menjadi anggota DPR masuk dalam 10 besar, di tangan merekalah, cita-cita itu pantas tergenggam.

Lingkungan

Masih soal cita-cita, ini lagi-lagi tak masuk 10 besar. “Anakku itu lho, cita-citanya kok jadi satpam,” kata seorang Ibu tentang anaknya yang sekolah di Taman Kanak-Kanak. Usut punya usut, ternyata si anak melihat tetangganya yang bekerja sebagai satpam itu, bisa membeli sebuah sepeda motor.

“Yah, namanya juga anak-anak,” Maaf, kalau itu semua juga tahu. Pembelajarannya adalah lingkungan akan berpengaruh pada pembentukan persepsi dan cita-cita anak. “Hmm, bagaimana kalau dia tahu bahwa anggota Dewan bisa punya Bentley, Lexus RX 270, Hummer HR, Mercedes Benz, Toyota Alphard Velfire atau Harrier, dan Jeep Wrangler?” pikir saya.

Entahlah, mungkin saja cita-citanya berganti, tetapi bisa juga tidak, karena keinginannya memang sederhana. Atau, mungkin saja dia ingin menjadi anggota Dewan dan keinginannya tak berubah, sebuah sepeda motor, karena dia memaknai jabatan sebagai panggilan hidup.

Inilah politisi yang menurut Harold D. Laswell dalam Psypathology and Politics sebagai tipe politisi idealis (berkuasa demi sebuah cita-cita, ide besar atau keyakinan) atau setidaknya administrator berkuasa untuk mendorong program-program partai. 

Yang dikhawatirkan, jika dia ingin menjadi anggota Dewan, hanya untuk mendapatkan deretan mobil mewah itu dan kekuasaan. Tipe agitator, Laswell menyebutnya. Biasanya, kategori seperti inilah yang rawan terjebak pada pemberhalaan komoditas dan korup.

Nah, potensi untuk menjadi tipe agitator itu sungguh terbuka lebar, saat anak-anak tak memiliki penyaring  terhadap asupan televisi, koran, serta lingkungan sebagai penyuplai definisi bahagia dari hitungan harta bukan dari minat dan kontribusi terhadap nilai-nilai kemanusiaan. 

Selanjutnya? Simak di Workshop Parlemen Untuk Pemula 2013!

Testimoni Peserta Program Magang di Parlemen



Saya sangat bangga dapat menghadiri acara ini, kare­na kegiatan ini sangat baik untuk mem­pelajari sistem parlemen dan sistem kenega­raan yang baik. Sehingga, kelak para pemuda dapat terus mengambil bagian dalam politik dan ketatanegaraan, dan sumbangan pikiran untuk memecahkan masalah kita. (Bpk. Muhaimin Iskandar, Wakil Ketua DPR RI Periode 2004 - 2009, membuka Sidang Umum Parlemen Pemuda Indonesia, di Hotel Bidakara Jakarta, 28 Juli 2006).


Saya menyambut gembira pelaksanaan program yang unik dalam khasanah pemuda Indonesia. Saya pernah jadi Menteri Pemuda, Ketua AMPI (Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia), dan HIPMI (Himpunan Pengusaha Muda Indonesia) dan organisasi pemuda nasional dan regional di Asia. Saya gembira prakarsa ini baru pertama kali muncul, ada program yang melakukan simulasi Sidang Umum Parlemen Pemuda Indonesia. Semoga kegiatan ini berlangsung terus secara berkelanjutan sehingga secara pasti dijadikan sarana pemuda mengenal tata cara penyelenggaraan Negara. (Bpk. Agung Laksono, Ketua DPR RI Periode 2004 – 2009, saat menutup Sidang Umum Parlemen Pemuda Indonesia, di Hotel Bidakara Jakarta, 21 Juli 2006).


Saya sangat senang dengan kegiatan magang sebagai staf anggota DPR RI yang dilaksanakan IPC. Banyak pekerjaan saya yang dibantu oleh saudara Syaeful Anwar selama magang. Pekerjaan yang dia tangani meliputi tugas-tugas administratif, memantau jalannya sidang RUU yang sedang saya tangani, seperti RUU Susduk dan rapat-rapat Komisi yang lain. (Bpk. Sayuti Asyathri, F-PAN DPR RI Periode 2004-2009).



Dengan adanya peserta magang, jelas merupakan tambahan tenaga bagi staf yang sudah ada. Terlebih untuk pekerjaan pengumpulan data, melakukan analisis terhadapnya, yang tidak mungkin dilakukan oleh 1 orang staf yang telah dimiliki anggota Dewan. (Bpk. Hasto Kristiyanto, F-PDIP DPR RI Periode 2004-2009).

Saya sangat apresiatif terhadap kegiatan magang. Meskipun hanya dilaksanakan dalam hitungan bulan, tetapi pada beberapa pekerjaan yang saya tangani, saya merasa cukup terbantu. Tugas-tugas yang saya berikan kepada Desiana, selaku pemagang seperti menyusun ringkasan sidang, mengumpulkan bahan-bahan rapat, dan menjalin komunikasi dengan stakeholder yang saya bidangi dijalankan dengan cukup baik, sehingga memudahkan kerja saya. (Bpk. Ali Masykur Musa, F-PKB DPR RI Periode 2004-2009).

"Program magang ini cukup bermanfaat bagi anggota parlemen, jika dikelola dengan baik. Bagi, generasi muda, ini juga wadah yang pas untuk mengenal parlemen secara langsung. Saya kira konsep ini juga menarik untuk dikembangkan oleh partai politik dan DPR sendiri. Kami sangat senang, jika ke depan, ada program seperti ini. Saya dan fraksi PPP, selalu menyediakan diri untuk menjadi sarana pembelajaran bagi generasi muda. (Bpk. Muhammad Arwani Thomafi, F-PPP DPR RI Periode 2009-2014)



Magang ini sangat positif bagi pembelajaran dan pengenalan parlemen bagi generasi muda. Peserta magang di tempat saya juga sangat membantu. (Bpk. Ganjar Pranowo, F-PDIP DPR RI Periode 2009-2014).

Peserta magang sangat membantu saya. Dia membuatkan notulensi pada saat rapat, membantu monitoring media terkait isu Komisi XI. Tetapi kinerja peserta magang sebenarnya juga tergantung dari bagaimana anggota ikut membimbing dan mengarahkannya. (Ibu Andi Timo Pangerang, F-PD DPR RI Periode 2009-2014).

Saya sangat senang dengan program magang ini, karena ada tujuan untuk pembelajaran parlemen. Hal yang sama telah dikembangkan di beberapa parlemen di Negara lain. (Bpk.Indra, F-PKS DPR RI Periode 2009-2014).

Kinerja peserta magang cukup bagus. Tetapi, dunia akademis dan parlemen itu berbeda. Di parlemen, anggota membutuhkan hasil kerja yang ringkas. (Ibu Ledia Hanifa, F-PKS DPR RI Periode 2009-2014).

Bermanfaat! Ini juga merupakan cara yang tepat untuk mengenalkan bagaimana parlemen bekerja bagi generasi muda, yaitu dengan melihat dan merasakan langsung bersama anggota DPR. (Bpk. Zulkieflimansyah, F-PKS DPR RI Periode 2009-2014).

Saya merasa terbantu dengan peserta magang. Ini program yang baik, bagi anak-anak muda, setelah mereka mengenal parlemen secara teori di kampus. Mereka juga perlu mengenal secara langsung melalui program magang. (Bpk. Abdul Gaffar Patappe, F-PD DPR RI Periode 2009-2014).



Kontribusi yang diberikan atau dikerjakan oleh pemagang sangat banyak.Antara lain; media monitoring, notulensi di setiap rapat, kliping media, sehingga saya bisa memverifikasi permasalahan di Komisi saya, membantu menganalisa permasalahan dan juga menghubungkan saya dengan stakeholder terkait dan juga media atau pers. Yang juga penting, peserta magang membantu menjembatani pertemuan dengan konstituen. (Bpk. Rizal Azis, F-Hanura DPRD Kota Serang Periode 2009-2014).



Selain memberikan tambahan dukungan, program ini juga mampu menghadirkan komunitas untuk berdiskusi soal paradigma berpartai dan berpolitik bagi anggota DPRD. Peserta magang dapat menjadi rekan untuk diskusi dan membantu pertemuan dengan konstituen, di luar masa reses. (Ibu Encop Shopia,  F-Gerindra DPRD Kota Serang Periode 2009-2014).


12

KESAN MENDALAM

PARA PESERTA





Berinteraksi langsung dengan anggota DPR RI banyak mengubah persepsi saya tentang lembaga legislatif tersebut. Citra negatif yang dihembuskan media memang tidak berlaku untuk semua anggota DPR, namun memang banyak yang harus diubah untuk meningkatkan kinerja DPR RI. Program magang yang diselenggarakan oleh IPC dan NDI ini banyak memberikan manfaat dan membuka kesempatan bagi peserta untuk berkembang lebih pesat. Banyak pengalaman berharga yang didapat setelah mengikuti program ini, semoga kedepannya program ini dapat terselenggara dengan lebih massif dan melibatkan lebih banyak peserta. (Asrul Ibrahim Nur, Legal Researcher The Indonesian Institute - Center for Public Policy Research, Alumni Program Magang di Anggota DPR RI Tahun 2011/2012 )

Parlemen perlu dukungan publik, apalagi dari generasi muda. Salah satu caranya, dengan menciptakan program yang kreatif, fun dan bermanfaat bagi parlemen, juga bagi pesertanya. Seperti program magang ini. Melalui program magang, akhirnya saya tahu, parlemen tidak seburuk yang kita bayangkan dan juga tidak seefektif yang kita harapkan. Seperti teori butterfly effect, kontribusi kecil kita semoga bermanfaat, bagi parlemen yang lebih baik. Terimakasih atas kesempatan magang yang sangat berharga dari IPC untuk membantu Pak Sidarto Danusubroto, anggota Komisi I DPR RI dalam pembahasan RUU KIP – Keterbukaan Informasi Publik. (Jan Ramos Pandia, Leadership Counsultant di PT. DDI - Daya Dimensi Indonesia, alumni program magang di anggota DPR RI tahun 2006).

Dunia baru, pengalaman baru, persfektif baru. Gak bakal lupa sampai kapan pun! Yang paling berkesan, saat magang di pak Sayuti Asyathri, anggota Komisi II, ketika saya diminta membantu pemetaan konflik agraria di daerah pemilihan beliau. “Hasil kerjamu bagus,” kata beliau saat itu. Wah, senang rasanya bisa bermanfaat untuk anggota. Hari ini, saat saya telah terjun langsung di dunia politik, paradigma, pengetahuan, dan keterampilan yang saya dapat dari pelatihan parlemen pemuda dan magang, sangat terasa manfaatnya. Terimakasih IPC. (Fauzan Fuadi, Sekretaris Lembaga Pemenangan Pemilu DPW PKB Jawa Timur, alumni program magang di anggota DPR RI Tahun 2006).

Fantastic! Bermanfaat sekali mengenal dan mendalami seluk beluk parlemen. Saya banyak belajar dari pengalaman saya magang di Ibu Nursjahbani Katjasungkana di Komisi II dan Komisi III DPR RI. Saya juga berterimakasih kepada Ibu Nursjahbani, yang mempercayakan saya untuk menjadi tenaga ahli beliau setelah program magang selesai. (Raudatul Ulum, Peneliti pada Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama Republik Indonesia, alumni program magang di anggota DPR RI tahun 2007/2008).



Bangga dan senang rasanya dapat mempelajari secara langsung aktifitas negara dalam pembuatan kebijakan. Magang pada anggota DPR juga merupakan tempat pembelajaran riil yang memperkuat teori-teori dari lembaga akademik sebelumnya yang ditempuh (kampus). Dengan membantu anggota DPR pun berarti mengasah sensitifitas kita sebagai warga negara untuk menindaklanjuti isu nasional. Terimakasih banyak untuk IPC dan NDI. Terimakasih banyak juga untuk Ibu Andi Timo Pangerang. (Ria Fauziah, Tenaga Ahli Anggota DPR RI pada Ibu Andi Timo Pangerang,  F-PD Periode 2009-2014, alumni program magang di anggota DPR RI tahun 2011/2012).



Akhirnya, saya dapat mengenal parlemen dan politik, yang dulunya asing. Ini program yang luar biasa. Saya juga memperoleh banyak pembelajaran tentang personal empowerment dan jaringan yang luas. Terimakasih untuk Bpk. Zulkieflimansyah, yang menerima saya sebagai peserta magang. (Riko Nugraha, Tenaga Ahli Anggota DPR RI pada Bpk. Bukhori Yusuf,  F-PKS Periode 2009-2014, alumni program magang di anggota DPR RI Tahun 2011/2012).



Sebagai peserta magang, kehadiran kita sangat dihargai dan mendapatkan ruang yang sangat luas untuk membantu tugas-tugas tenaga ahli yang diberikan oleh anggota. Antara lain, ikut berdiskusi menyusun DIM, membuat pandangan fraksi, membuat materi rapat dan lain sebagainya. Akhirnya, saya dipercaya dan diangkat sebagai tenaga ahli oleh anggota DPR tempat saya magang. Benar-benar tidak pernah saya bayangkan sebelumnya! (Ibnun Hasan Mahfud, Tenaga Ahli Anggota DPR RI pada Bpk. Akbar Faisal, F-Hanura  Periode 2009-2014, alumni program magang di anggota DPR RI Tahun 2011/2012).



Banyak hal yang dipelajar selama magang. Bagi saya, beberapa pengalaman pengetahuan baru antara lain: proses legislasi, proses lobbying, tipikal-tipikal anggota dpr, tipikal-tipikal konstituen, skill dalam mengambil keputusan, memahami makna dari “kerja politik”. (Vino Devanta A K, Staf pada anggota DPR RI Bpk. Ganjar Pranowo, F-PDIP Periode 2009-2014, alumni program magang di anggota DPR RI Tahun 2011/2012).



Saya sangat bersyukur sekali dapat kesempatan mengikuti program ini. Saya yakin, pengetahuan dan pengalaman yang saya dapatkan selama menjadi peserta magang sangat bermanfaat kedepannya di manapun saya nanti bekerja. terima kasih buat Bapak Abdul Malik Haramain, staf di ruangan dan staf fraksi, atas support dan kepercayaan yang telah diberikan selama magang. terima kasih buat IPC yang memberikan saya kesempatan untuk mengikuti program magang yang tidak pernah terpikirkan oleh saya sebelumnya. Ilmu yang saya dapat sangat bagus dan bermanfaat sekali. Semoga bisa saya pakai dan manfaatkan untuk sumbangsih bagi negeri ini. (Rahmad Novandri, bekerja untuk anggota DPR RI Bpk. Abdul Malik Haramain, F-PKB Periode 2009-2014, alumni program magang di anggota DPR RI Tahun 2011/2012).



Parpol di Bengkulu Kesulitan Caleg Perempuan

Sejumlah partai politik peserta Pemilu 2014 di provinsi Bengkulu mengaku kesulitan memenuhi kuota 30 persen keterwakilan perempuan untuk anggota legislatif pada pemilu mendatang. Hal ini terjadi karena kebanyak perempuan di Bengkulu tidak siap berkarier di dunia politik. "Kita kesulitan untuk memenuhi kuota 30 persen terwakilan perempuan pada calon anggota legeslatif di daerah ini. Sebagian perempuan di Bengkulu tak siap berkarier di politik," kata Ketua DPW Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Provinsi Bengkulu, Diah Nurwiyanti Agusrin, kepada Antara, di Bengkulu, Jumat (15/3).

Ia mengatakan, tidak tercapainya kuota perempuan untuk caleg pada pemilu 2014 di Bengkulu bukan hanya alami PPP saja, tapi sejumlah partai peserta pemilu lainnya di daerah ini juga mengalami hal yang sama.

Hal ini terjadi karena animo perempuan di Bengkulu untuk berpolitik masih rendah. "Tidak banyak perempuan yang mau dan berniat terjun ke dunia politik, sehingga kita kesulitan memenuhi kuota 30 persen caleg dari perempuan," ujar istri mantan Gubernur Bengkulu, Agusrin Maryono Najamudin.

Hal senada diungkapkan Sekretaris DPD Partai Gerindra Provinsi Bengkulu, Sis Rahman. Ia mengatakan, pihaknya kesulitan untuk menjaring caleg perempuan untuk diusung pada pemilihan legislatif 2014.

"Kita benar-benar kesulitan untuk menjaring caleg perempuan yang akan diusung Partai Gerindra pada pemilu legilsatif nanti, terutama calon legislatif tingkat kabupaten dan kota. Akibatnya, kuota keterwakilan caleg perempuan tidak dapat direalisasikan dengan baik," ujarnya.
  
Sedangkan untuk kuota keterwakilan 30 persen caleg perempuan untuk anggota DPRD Provinsi Bengkulu dari Partai Gerindra sudah terpenuhi dengan baik. "Kalau  untuk caleg DPRD Provinsi Bengkulu, kuota 30 persen keterwakilan perempuan dapat atasi dengan baik," ujarnya.

M Sis Rahman mengatakan, rendahnya partisipasi politik perempuan di Bengkulu tidak terlepas dari kultur yang dianut masyarakat. Namun Partai Gerindra terus berupaya meningkatkan partisipasi politik kaum perempuan lewat organisasi sayap politik, Perempuan Indonesia Raya (Pira).

"Organisasi ini salah satu tumpuan untuk memproses kader perempuan sehingga siap maju sebagai calon legislatif pada pemilu legislatif 2014 mendatang," ujarnya.

Keterwakilan perempuan, katanya tidak hanya dengan menempatkan perempuan dalam daftar caleg saja, tapi memiliki kapasitas dan elektabilitas yang baik.

Karena itu, kader perempuan yang diusung Partai Gerindra pada pemilu legeslatif 2014 adalah caleg yang siap menang dan mampu menerjemahkan cita-cita partai dan konstituen.

"Kami akan melakukan wawancara tahap akhir terhadap seluruh calon legislatif yang akan diusulkan sebagai daftar calon sementara. Ini dilakukan agar caleg perempuan dari Gerindra yang kita usung mampu meraih kursi DPRD di tingkat kabupaten, kota dan provinsi di daerah ini," ujarnya.(rga)

sumber: metrobengkulu.com

300 Warga Bengkulu Selatan Terancam Tanpa Air Bersih

Warga Bengkulu Selatan yang menjadi konsumen Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) terancam kesulitan air bersih. Pasalnya, PDAM mengaku kesulitan memasok distribusi air bersih kepada pelanggan sebab hingga saat ini pipa yang rusak dan belum dilakukan perbaikan.


Dengan kondisi itu tentu akan mengganggu pasokan air ke rumah konsumen.Hal ini diungkapkan oleh Direktur PDAM Manna BS MIrzan Efendi S Sos kepada BE kemarin.”Sepertinya beberapa hari ke depan pelanggan akan kesulitan mendapatkan air bersih,” katanya.
Pipa-pipa yang berada di Batu Balai Kecamatan Air Nipis yang dihantam banjir beberapa bulan lalu hingga saat ini belum diperbaiki.

Persoalannya, PDAM tidak memiliki anggaran untuk perbaikan pipa tersebut. Akibat kondisi itu, pihaknya mengajukan permohonan bantuan dana perbaikan pipa kepada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) BS agar perbaikan pipa di Batu Balai itu dimasukan ke bencana daerah.”Kerusakan pipa diakibatkan karena banjir. Wajar jika dimasukan ke BPBD untuk dianggarkan perbaikannya,” jelasnya.

Selain itu pihaknya juga sudah mengajukan usulan ke Pemda untuk anggaran perbaikannya. Terlebih lagi saat ini arus sungai Air Bengkenang dan Air nipis sebagai sumber mata air bagi PDAM sudah mulai menyusut lantaran mulai memasuki musim kemarau. “Jika perbaikan tidak dilakukan secepatnya, pipa-pipa itu tidak bisa difungsikan lagi dan sekitar 3.000 pelanggan PDAM tidak akan mendapatkan pasokan air bersih,” pungkasnya. (369)

sumber: bengkuluekspress.com
 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hostgator Discount Code