Senin, 15 April 2013

Perempuan Dalam Pilkada

Dalam pemilu legislatif 2004 lalu, wacana politik perempuan muncul di permukaan sebagai sebuah paradigma politik baru. Dikatakan baru karena baru pada pemilu tersebut terdapat pasal tentang kuota caleg perempuan yang harus diserahkan oleh partai politik kontestan pemilu kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU). Dalam pemilu presiden, wacana politik perempuan, juga muncul karena ada salah satu calon presiden yang tampil dalam kontestasi politik memperebutkan jabatan RI-1 walaupun gaungnya sudah tidak sekuat dalam pemilu legislatif.

Dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) langsung, wacana politik perempuan tidak nampak mengemuka. Bisa dikatakan bahwa sampai saat ini tidak ada orang yang secara intensif membicarakan tentang bagaimana dan di mana posisi perempuan dalam hiruk pikuk perebutan posisi jabatan politik tertinggi di daerah tersebut. Seakan-akan, dalam pilkada, wacana politik perempuan kehilangan relevansi. Ini sesungguhnya adalah sebuah persepsi yang sangat keliru. Sebab, daerah juga membutuhkan pemimpin-pemimpin yang mempunyai kepekaan terhadap kehidupan dan kebutuhan perempuan. Karena itu, wacana politik perempuan tetap relevan dan sudah selayaknya terus diperjuangkan. Mengingat dalam konteks nasional, politik perempuan belum mengalami perkembangan, maka perlu dilakukan segala langkah yang mungkin menjadi celah masuk bagi upaya peningkatan keterlibatan perempuan dalam politik dan kebijakan publik.

Berdasarkan data statistik, jumlah pemilih perempuan lebih besar daripada jumlah pemilih laki-laki. Dengan demikian, dalam konteks politik demokrasi langsung, sesungguhnya dan seharusnya, perempuan mempunyai bargaining atau posisi tawar yang lebih tinggi. Sebab perempuan dan laki-laki sama-sama mempunyai hak suara dan nilai suaranya sama, yakni satu orang satu suara.

Bargaining yang kuat bagi perempuan bisa dicapai jika perempuan mampu mengelola diri sebagai sebuah entitas yang cerdas dan berdaya dalam masyarakat. Dengan demikian, mereka bisa melakukan "tawar-menawar" kepada calon-calon kepala daerah jika ingin sukses dalam pencalonan atau kontestasi. Kelompok perempuan tersebut, setelah membangun diri sebagai sebuah entitas, hendaknya melakukan kontrak politik kepada calon untuk memperjuangkan kepentingan-kepentingan politik perempuan. Kaum perempuan harus secara giat melakukan sosialisasi dan kampanye agar calon-calon yang dinilai tidak mempunyai kepekaan terhadap nasib perempuan jangan sampai dipilih oleh kaum perempuan. Sebab, terpilihnya mereka ini akan berpengaruh besar terhadap pengabdian marjinalisasi peran perempuan dalam masyarakat, melanggengkan nilai-nilai lama yang lekat dengan superioritas laki-laki dan inferioritas perempuan.

Bargaining perempuan sesungguhnya bisa menjadi sangat tinggi. Jika bercermin dari 5 pilkada yang telah terlaksana, rata-rata tingkat partisipasi masyarakat yang memberikan hak suaranya adalah 70%. Ada 30% suara yang tidak terlibat dalam proses politik yang sesungguhnya sangat penting ini. Padahal angka 30% dalam konteks kebijakan publik mempunyai arti yang sangat signifikan karena dapat mempengaruhi arah kebijakan.

Salah satu hal yang menyebabkan tingginya angka penduduk yang tidak menggunakan hak suaranya adalah karena mereka lebih memilih tetap bekerja pada saat pemungutan suara dilaksanakan. Ini dilakukan karena masyarakat menganggap bahwa pilkada tidak memberikan apa-apa bagi kehidupan mereka. Mereka yang miskin tetap saja miskin siapa pun pemimpin daerahnya. Karena itu, mereka lebih memilih tetap bekerja, mencari uang, karena pergi ke tempat pemungutan suara sama artinya kehilangan uang makan sehari. Terlebih jika mereka yang termasuk ke dalam golongan masyarakat yang kekurangan.

Dalam masyarakat dengan kultur patriarkhi, peran sebagai penanggung jawab rumah tangga yang memberikan nafkah atau kebutuhan ekonomi adalah suami atau laki-laki. Dengan demikian, jumlah laki-laki yang tidak memberikan hak suaranya dalam pilkada menjadi lebih besar daripada perempuan. Itu berarti, perempuan bisa berperan sebagai penentu siapa yang akan menjadi pemenang dalam pilkada. Karena itu, jika kekuatan perempuan sebagai entitas dalam masyarakat tadi dikelola dengan baik, maka tidak akan ada yang berani mengabaikan perempuan dalam pilkada.

Sayangnya, perempuan sampai saat ini masih belum berdaya. Akibatnya, perempuan hanya sekadar dipengaruhi dan dimobilisasi untuk memberikan dukungan suara kepada calon tertentu tanpa adanya perjanjian yang bersifat mengikat. Perempuan cenderung lebih mudah dipengaruhi karena mereka biasanya lebih terbiasa membentuk komunitas-komunitas perempuan, seperti pengajian-pengajian ibu-ibu, kelompok-kelompok arisan, dan lain sebagainya. Para pemain politik, tentu sangat paham tentang adanya kecenderungan kaum perempuan ini dan mencari celah untuk bisa memanfaatkan forum-forum yang berisi kaum perempuan tersebut untuk kepentingan politik mereka.

Harusnya, agar hal tersebut tidak terjadi, forum-forum tersebut justru digunakan oleh perempuan untuk menunjukkan diri sebagai sebuah entitas yang tidak bisa diremehkan, diobrali janji-janji belaka, dan kemudian dimobilisasi. Untuk itu, diperlukan kepedulian dari kelompok-kelompok kritis untuk bisa memberdayakan kaum perempuan ini sehingga mereka lebih mampu untuk meningkatkan posisi tawar mereka di hadapan para elite politik. Di samping itu, langkah tersebut diperlukan dan menjadi sangat penting agar perkumpulan-perkumpulan yang selama ini dijalani kaum perempuan juga menghasilkan pencerdasan bagi mereka, sehingga mereka kemudian bisa sadar tentang eksistensi, hak, dan kewajiban diri sebagai bagian dari masyarakat yang mempunyai hak politik dan mempunyai tanggung jawab yang sama secara moral untuk menciptakan kehidupan masyarakat yang lebih baik. Salah satunya adalah memilih pemimpin yang mempunyai wawasan kemitrasejajaran antara laki-laki dan perempuan. Wallahu a'lam bi al-shawab.

Dewi Coryati,
Mahasiswa pascasarjana Ilmu Politik UI,
Pengurus Litbang Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI) Pusat.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hostgator Discount Code